SUARA INDONESIA

Ketua DPRD Bondowoso Tepis Tudingan Miring Kadis BSBK Tentang Aliran Fee Proyek ke Forkopimda

Bahrullah - 12 March 2024 | 07:03 - Dibaca 1.27k kali
News Ketua DPRD Bondowoso Tepis Tudingan Miring Kadis BSBK Tentang Aliran Fee Proyek ke Forkopimda
Ketua DPRD Bondowoso saat memberikan keteranga pers(Foto Istimewa)

SUARA INDONESIA, BONDOWOSO- Ahmad Dhafir Ketua DPRD Bondowoso menepis soal tudingan miring Munandar, Kepala Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air dan Bina Konstruksi (BSBK) tentang aliran dana fee proyek kepada Forum Komunikasi Pimpinan Pemerintah Daerah (Forkopimda) saat menjadi saksi di persidangan.

Munandar menyebut, Forkopimda Bondowoso adalah Bupati, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim, Ketua Pengadilan Negeri, Kajari, Danyon 514 dan Komandan Brimob.

Munandar saat itu berbicara di persidangan kapasitasnya sebagai saksi.

Kasus yang disidangkan merupakan kasus suap sebesar Rp.775 juta atas penanganan penghentian perkara di kantor Kejaksaan Negeri Bondowoso.

Seperti diketahui, eks Kajari Bondowoso Puji Triasmoro bersama Kasipidsus Kejari Bondowoso Alexander Silaen di tangkap KPK saat menerima suap dari terdakwa Andhika Imam Wijaya dan Yossy Sandra Setiawan direktur CV Yoko.

Agenda sedang yang digelar pada Senin siang (4/03/2024) tersebut berupa pemeriksaan saksi saksi.

Jaksa KPK hadirkan empat saksi salah satunya mantan Kepala Dinas BSBK Kabupaten bondowoso Munandar, eks Plt BSBK Ansori dan kabid bina marga Novim Dwi Handoyo, serta Kabid Koordinator pemeliharaan jalan dinas BSBK M Hasan Affandi.

Penyampaian Munandar saat menjadi saksi persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya menyebutkan bahwa, pihaknya diperintah Sekretaris Daerah (Sekda) Bondowoso untuk meminta dan menghimpun fee proyek sebesar 10 sampai 17 persen kepada sejumlah rekanan.

"Waktu itu Sekda Bondowoso pada Tahun 2020 - 2021 masih dijabat oleh Saifullah," kata Ahmad Dhafir pada sejumlah awak media saat konfrensi pres di Wisma DPRD Bondowoso, Senin (11/3/2024).

Munandar menyampaikan fee proyek itu katanya untuk Forum Pimpinan Pemerintah Daerah (Forkopimda) Bondowoso.

"Munandar dalam persidangan itu menyatakan secara tegas yang memerintah dirinya untuk meminta fee proyek kepada rekanan atas perintah Sekda, yang katanya antara lain untuk Forkopimda," ujarnya Dhafir.

Atas perintah Sekda, lanjut Dhafir maka Kadis BSBK tentu melaksanakannya, hasil pengumpulan fee proyek itu dilaporkan dan diserahkan kepada Sekda Bondowoso.

Dhafir menjelaskan, Munandar dapat berapa, lalu terkumpul berapa (hasil penarikan fee proyek tersebut), hasilnya disetorkan ke Sekda Bondowoso.

Tentunya, seperti yang disampaikan Kadis BSBK yang mendistribusikan hasil penarikan fee proyek itu adalah Sekda Bondowoso. Hal itu sebagaimana yang telah disampaikan oleh Munandar sendiri pada waktu sidang.

"Logikanya, sama ketika saya menyuruh teman atau orang lain membelikan rokok, tentunya begitu dapat diserahkan dan sisanya disampaikan ke saya," imbuhnya.

Alumni Ponpes Sidogiri itu pun menyatakan, apa yang disampaikan Munandar tentang aliran fee proyek itu telah mengalir ke Forkopimda, khususnya termaduk pada Ketua DPRD tidak benar.

Ketua DPRD itu mempersilahkan rekan rekan media untuk mengklarifikasi pernyataan Munandar kepada mantan Sekda Bondowoso Saifullah.

"Pernah memberi pada saya berapa di mana dan kapan ?. Kalau memang saya kebagian fee Proyok itu, silahkan dikonfirmasi dan ditanyakan ke Pak Saiful, (mantan Sekda Bondowoso), karena waktu itu Munandar posisinya diperintah Pak Saifullah. Saya berharap nanti juga disampaikan sak angka angkanya," ujarnya.

Dafir menerangkan, Saifullah menjabat sebagai Sekda Bondowoso pada pertengahan 2019 saat itu dirinya masih belum dilantik menjadi Ketua DPRD Bondowoso.

Pasca dilantik menjadi Ketua DPRD, lanjut Dafir, kemudian ada pembahasan APBD 2020, barulah saat itu Saifullah sering berkomunikasi dengan dirinya.

Hanya saja Sekda saat itu belum pernah silaturahmi ke wisma ketua DPRD, bahkan ke rumah pribadinya di Desa Tegalmijin.

"Suatu ketika Munandar menyampaikan kepada saya, Pak Ketua mohon waktu Pak Sekda mohon waktu untuk silaturahmi, di mana," seraya Ketua DPRD itu meniru perkataan Munandar.

Saat itu timbullah jawaban Ketua DPRD Bondowoso 4 periode sejak tahun 2004 agar pertemuan digelar di wismanya.

Momen komunikasi itu lah kemudian disinyalirnya yang paling mendekati upaya penawaran fee proyek dari Sekda kepada pada dirinya 3 tahun yang lalu.

Ahmad Dhafir pun memberi syarat kepada Munandar sebelum pertemuan itu digelar untuk disampaikan kepada Sekda agar tidak ada pemberian sesuatu.

"Kedatangan Sekda ke wisma ternyata ngobrol panjang lebar hanya tentang pemerintahan, kemudian Sekda pulang," ujarnya.

Pasca pertemuan itu digelar beberapa minggu kemudian, Munandar menyampaikan kembali pada Ketua DPRD jaka Sekda Saifullah ingin bertemu kembali dengan meminta waktu untuk silaturahmi.

Waktu itu maunya Sekda Saifullah bertemu di rumah pribadinya Desa Tegalmijin.

"Waktu itu saya juga mempersilahkan, dengan suatu syarat jangan sampai Sekda Saifullah memberikan sesuatu kepada saya," ujarnya.

Katanya, ketiga kalinya Munandar kembali menyampaikan jika Sekda ingin bertemu kembali sembari memberi kode untuk memberikan sesuatu.

"Waktu itu Ji Muna (Munandar) menawarkan jika ada tawaran 'sesuatu' dari pak Syaifullah supaya dipegang Kadis BSBK saja," tuturnya.

Dhafir lantas geram dan mengancam Munandar untuk tidak melakukannya, jika ingin tetap bersahabat dengannya.

"Saya bilang saat itu, jika Ji Muna menerimanya, maka jangan pernah injakkan kaki lagi di Tegalmijin," sergah Ketua DPC PKB Kabupaten Bondowoso ini.

Dhafir pun membantah disebut sebut telah menerima fee proyek seperti ramai diperbincangkan di media, terlebih dia adalah pihak yang kalah dalam Pilkada 2018 lalu.

Bahkan, pihaknya menegaskan sampai Saifullah tidak menjabat tidak pernah menerima pemberian dari Sekda. Jangankan ratusan juta, seribu rupiah pun tak pernah diterimanya.

"Saya sadar diri. Saya ini pihak yang kalah di Pilkada 2018. Tentu saya akan menjaga diri supaya tidak terlibat dalam praktik kotor seperti itu di pemerintahan Kiai Salwa," sanggahnya.

Bahkan pula legislator dari PKB ini mengaku tidak memanfaatkan posisi potensialnya saat partainya dulu berkuasa di era pemerintahan Bupati Amin Said Husni periode 2008-2013 dan 2013-2018.

"Waktu pak Amin jadi Bupati 2 periode, saya ketua tim suksesnya. Dan sekalipun saya tidak pernah menerima fee proyek semacam itu," tegasnya.

Tuduhan bahwa dirinya menerima fee proyek semasa kepemimpinan Bupati Salwa Arifin dianggapnya fitnah kejam.

"Andaikan saya mau bermain, saya akan memainkan anggaran Pokir saya sendiri. Nilainya Rp 3-4 miliar per tahun. Minta 20 persen saja dari pokir, sudah banyak yang saya dapat," jelasnya.

"Tapi silahkan cek. Jika ada program pokir saya di sejumlah dinas sejak 2004 sampai sekarang, lalu ada penarikan, saya siap ganti 2-10 kali lipat," pungkasnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Bahrullah
Editor : Imam Hairon

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV